Blog post

Pekerja Generasi Muda: Karyawan Kutu Loncat

12/08/2022Nadine K

Hi Klobbers!

Beberapa generasi yang lalu para pekerja terbiasa dengan ide bekerja di satu perusahaan sepanjang karier. Banyak baby-boomer pensiun di tempat yang sama di mana mereka menerima gaji pertama. Oleh karena itu, sangat membingungkan bagi generasi tua mengapa anak muda seringkali melompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam sekejap mata. Mereka menyebut jenis karyawan ini sebagai kutu loncat atau job hopper. Banyak rekruter melihat kutu loncat sebagai sifat buruk. Mereka dianggap tidak setia dan tidak dapat diandalkan. Namun, apakah menjadi kutu loncat  benar-benar seburuk itu? 

Sebagai Langkah Strategis

Banyak anak muda memiliki tujuan dan nilai yang jelas dalam benak hati mereka. Mereka mencari pekerjaan di tempat-tempat yang dapat membantu mendekat kepada tujuan-tujuan ini. Jika muncul perasaan bahwa tempat kerja saat ini tidak membantu dalam pertumbuhan, dengan cepat mereka dapat mencari peluang di tempat lain. Beberapa alasan kaum muda berpindah pekerjaan antara lain: mencari peluang baru untuk belajar dan berkembang, mencari tujuan yang jelas, kurangnya kualitas dalam manajemen, serta peluang untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi. 

Data dari Office for National Statistics (ONS) di Inggris, menunjukkan bahwa para pencari kerja memiliki pertumbuhan upah per jam yang lebih tinggi secara konsisten, dengan pekerja berusia 16 hingga 24 tahun memperoleh kenaikan gaji terbesar. Data ini didukung di AS di mana sebuah studi tahun 2021 tentang gaji pekerja menunjukkan upah para job hopper melebihi mereka yang bertahan dalam suatu peran.

Selain itu, untuk talenta yang masih mencari tahu jalur karier mereka, menjadi kutu loncat memungkinkan lebih banyak kesempatan untuk mencoba peran yang berbeda. Mereka dapat memperoleh pengalaman di semua jenis peran dan industri dalam perjalanan mereka untuk mengetahui tujuan karir. 

Risiko

Meskipun lebih cepat dapat memperoleh berbagai pengalaman dan meningkatkan gaji, terlalu sering berpindahan kerja tidak selalu merupakan pilihan terbaik. Banyak rekruter masih percaya bahwa seorang kutu loncat sangat jauh dari kandidat ideal untuk bergabung dengan tim mereka. Selain keyakinan bahwa mereka tidak memiliki loyalitas dan tidak dapat diandalkan, banyak rekruter menganggap bahwa mereka tidak memegang posisi cukup lama untuk mengembangkan keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan secara memadai. 

Selain itu, proses perekrutan dan pelatihan anggota tim baru cukup mahal dan memakan waktu serta usaha yang berharga. Perekrut seringkali merasa mereka menyia-nyiakan sumber daya ini ketika mereka tidak dapat bergantung pada kandidat untuk bertahan dalam jangka panjang. 

Semakin sering seseorang menjadi kutu loncat, semakin terlihat polanya di mata rekruter. Ketika rekruter memperhatikan pola yang berulang ini, mereka cenderung tidak mempertimbangkan para kutu loncat secara serius untuk pekerjaan itu. Ada juga tekanan tambahan pada karyawan kutu loncat secara pribadi karena akan selalu dipandang sebagai “anak baru” di kantor. Tanpa memiliki waktu untuk menetap dan membentuk hubungan yang langgeng dengan rekan kerja, jaringan yang dibangun oleh seseorang kutu loncat mungkin besar tetapi rapuh dan lemah.

Pada dasarnya ada pro dan kontra menjadi kutu loncat. Kamu dapat memperoleh keterampilan, pengalaman, kenaikan gaji, dan posisi lebih cepat, tetapi juga berisiko ditandai oleh beberapa perekrut. Sementara peluang terbuka, melompat kerja mungkin merupakan cara yang baik untuk mendekati tujuan karir pribadimu. Namun, ketika pasar kerja mulai menutup atau perekrutan terhenti, kamu akan sering dilewatkan untuk kandidat lain yang lebih “setia”.

Secara keseluruhan, tidak ada yang benar-benar ingin menjadi kutu loncat. Baik perusahaan maupun karyawan, mencari kerjasama jangka panjang yang stabil dan saling menguntungkan itu prioritas. Namun, miskomunikasi dan ketidaksesuaian budaya seringkali mengganggu kolaborasi ini. Cara untuk mengatasinya bagi rekruter adalah dengan membangun Employer Brand yang jelas dan akurat dan memasarkannya kepada orang yang tepat. Dengan cara itu, perusahaan akan menarik orang-orang yang sesuai tidak hanya dengan deskripsi pekerjaan tetapi juga budayanya. Dengan demikian menghasilkan karyawan jangka panjang yang lebih loyal dan bahagia. 

sumber
sumber

 

Berikan Komentar

Your email address will not be published.