Blog post

Bisnis Buku Pengembangan Diri dan Kesehatan Mental

12/07/2022Kontributor Blog by Klob

Ditulis oleh: Yudha Adi Putra
(Klik untuk melihat Profil Klob)

Membaca buku menjadi kebiasaan yang terus diupayakan saat ini. Ada berbagai motivasi dan alasan untuk membaca buku. Apalagi, dalam bermedia sosial juga muncul berbagai kutipan dari buku yang difoto. Tentu itu menjadi dorongan tersendiri untuk membaca buku. Foto lembar halaman buku yang ada di media sosial biasanya bersamaan dengan takarir motivasi. Asal bukunya juga buku motivasi atau buku yang berkaitan dengan pengembangan diri. Saya juga tertarik dengan kutipan buku pengembangan diri dan motivasi.

Ketika membacanya ada kaitan dengan upaya untuk merawat kesehatan mental. Konten buku pengembangan diri dan motivasi menjadi laris dibaca berbagai kalangan, terutama generasi muda. Dalam laman Gramedia dapat dilihat bahwa buku best seller adalah buku-buku tentang pengembangan diri dan motivasi. Sejak buku pengembangan diri dan motivasi menjadi buku yang laku terjual. Membaca buku seolah menjadi kebiasaan yang dipromosikan. Tetapi, bagaimana dengan persoalan kesehatan mental yang dialami oleh banyak orang seiring dengan lakunya buku pengembangan diri dan motivasi.

Saat saya mengunjungi toko buku, terutama melihat bagian buku pengembangan diri dan motivasi. Ada banyak tawaran buku dengan jenis tersebut, seolah semua menjadi pakar-pakar atas persoalan hidup. Tetapi, bagaimana dengan realita persoalan kesehatan mental yang ada di Indonesia. Kondisi kesehatan mental di Indonesia Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Ini tentu akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Menariknya, Co-Founder Pijar Psikologi, Regis Machdy (2021) mengungkapkan gangguan kesehatan mental secara general dan juga depresi meningkat 6 persen di Indonesia selama masa pandemi COVID-19. Selanjutnya, Marchdy juga menyebutkan bahwa pasien yang berkunjung ke psikolog meningkat 3 kali lipat selama pandemi dibandingkan sebelum adanya pandemi, dengan berbagai kasus. Ketika dilihat lebih lanjut, ini tentu berkaitan juga dengan kebiasaan bermedia sosial di masa pandemi yang mendorong pembacaan kutipan buku pengembangan diri dan motivasi.

Pembacaan buku pengembangan diri dan motivasi memang perlu dalam porsi tertentu. Tetapi, ketika berlebihan hanya akan menimbulkan permasalahan mental yang baru. Ada pamer pengembangan diri dan motivasi yang nantinya malah berujung pada krisis percaya diri. Fenomena pamer pengembangan diri dan motivasi ini akan mematikan naluri pengembangan diri yang alami. Seolah apa yang ditampilkan dalam buku pengembangan diri dan motivasi adalah realita ideal. Ketika tidak mencapai atau prosesnya terhambat hanya akan memunculkan rasa tidak percaya diri, bukannya termotivasi atau menuju ke arah pengembangan diri.

Setiap krisis yang dialami dalam kehidupan bisa saja menjadi kekhasan masing-masing. Melihat dalam pandangan secara umum berdasarkan buku pengembangan diri dan motivasi hanya akan membatasi kreasi untuk menjadi kontekstual. Pengaruhnya tentu juga pada kesehatan mental. Kemudahan akses pada buku pengembangan diri dan motivasi sayangnya tidak bersamaan dengan kemudahan untuk pulih dari kesehatan mental karena banyaknya informasi. Bagi saya, ini adalah keprihatinan tersendiri.

Saya berharap maraknya penjualan buku pengembangan diri dan motivasi juga bersamaan dengan pulihnya permasalahan kesehatan mental, seperti insecure. Abraham Maslow (1942) menyebutkan bahwa insecure adalah suatu keadaan dimana seseorang yang merasa tidak aman, menganggap dunia sebagai sebuah hutan yang mengancam dan kebanyakan manusia berbahaya dan egois. Perasaan seperti ini akan muncul juga ketika pembacaan buku pengembangan diri dan motivasi ternyata berlawanan dengan realita yang terjadi.

Belum lagi, ada perasaan terbandingan ketika pembacaan. Melihat pengaruhnya dalam kesehatan mental untuk pembaca, tentu menjadi perlu untuk mempertimbangkan ulang dalam upaya merefleksikan kembali bagaimana pembacaan buku pengembangan diri dan motivasi dengan krisis percaya diri. Memang apa yang dibaca akan membawa pengaruh kepada pembaca, bahwa pengembangan diri dan motivasi berdampak bagi pembaca untuk termotivasi. Tetapi banyaknya buku pengembangan diri dan motivasi malah seperti bisnis. Akan tetapi, bisnis buku pengembangan diri dan motivasi akan membawa penyelesaian pada permasalahan kesehatan mental adalah anggapan yang perlu dilihat kembali.

Apabila mengupayakan kesehatan mental, besar kemungkinan menjadi penting untuk kontekstual mengenali diri dan bijaksana terkait apa yang dibaca. Melalui pembacaan buku pengembangan diri dan motivasi dapat menjadi refleksi. Sejauh mana pembacaan buku itu berpengaruh dalam persoalan kesehatan mental yang terjadi. Atau justru menimbulkan permasalahan lagi. Sebagai masyarakat, kita dituntut untuk bijaksana di tengah derasnya buku bacaan dan kutipan di media sosial.

Berikan Komentar

Your email address will not be published.