
3 Risiko Kompetisi yang Tidak Sehat di Tempat Kerja
Halo Klobbers!
Kompetisi nampaknya menjadi bagian dari kehidupan, termasuk dalam dunia kerja. Mulai dari proses diterima bekerja hingga menjalani kehidupan profesional, kompetisi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan karier individu. Dalam menjalankan bisnis pun, kompetisi diperlukan agar bisnis dapat bertahan dan berkembang di masyarakat.
Nah, untuk mencapai goal atau target yang dibuat oleh perusahaan atau organisasi, salah satu strategi yang dapat dilakukan ialah membuat dinamika yang mendorong pegawai untuk berkompetisi antara satu sama lain agar bisa mendapatkan reward, seperti penghargaan, bonus, atau bahkan promosi. Jika dilakukan dengan cara yang sehat, maka kompetisi bisa mendorong pegawai untuk memberikan kinerja yang optimal serta meningkatkan inovasi dan kreativitas. Namun, jika kompetisi menjadi tidak sehat atau tidak terkendali, maka justru bisa berdampak negatif karena lingkungan kerja menjadi toxic. Kemudian, apa saja risiko dari kompetisi yang tidak sehat di tempat kerja? Yuk, simak beberapa risikonya dalam ulasan berikut ini!
Menghancurkan Kerja Sama Tim
Jika kerja sama tim bertujuan untuk menggabungkan individu dengan berbagai keahlian dan kekuatan dalam sebuah kolaborasi untuk membawa kesuksesan atau mencapai goal yang diharapkan, maka kompetisi yang tidak sehat malah justru dapat menghancurkannya. Hal ini dikarenakan setiap orang hanya berfokus pada keberhasilan dirinya sendiri dibandingkan keberhasilan sebagai sebuah tim. Oleh karena itu, antara satu anggota tim dengan anggota tim lain bisa saling memandang sebagai musuh yang harus dikalahkan.
Mereka berusaha untuk terlihat lebih baik atau “bersinar” dibandingkan yang lainnya atau bahkan berusaha menjatuhkan anggota lain. Nah, kondisi ini bisa memicu terjadinya kekacauan yang akhirnya dapat menghancurkan tim tersebut. Pada akhirnya, kompetisi yang tidak sehat antar pegawai dapat membawa sebuah tim pada kegagalan atau menonjolkan kelemahan yang ada, bukan kesuksesan.
Menurunkan Well-Being Pegawai
Dalam beberapa pekerjaan, kompetisi mungkin menjadi hal utama yang cukup ditekankan. Misalnya, pekerjaan sebagai sales. Mereka dituntut untuk dapat memenuhi target tertentu sehingga dapat merasakan kecemasan (anxiety) yang lebih tinggi dibandingkan profesi lainnya. Memang, target menjadi hal esensial untuk mendorong terciptanya rasa persaingan antar pegawai untuk dapat memenuhinya. Namun jika tidak tercapai seperti yang diharapkan, maka bisa menurunkan kesehatan mental mereka.
Salah satu contohnya ialah role kerja dimana pegawai hanya akan mendapatkan komisi dari keberhasilan penjualan. Dalam situasi seperti ini, pendapatan yang diperoleh benar-benar tergantung dari kinerja yang dihasilkan sehingga menempatkan mereka pada tekanan yang begitu besar. Pada realitasnya, penjualan bisa saja naik atau turun, atau yang terburuk ialah tidak mencapai penjualan sama sekali dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, jika tidak menghasilkan penjualan atau tidak mampu mencapai target yang diberikan, maka akan berpengaruh pada kualitas hidupnya di rumah.
Terlebih lagi jika memiliki keyakinan bahwa kesuksesan hanya diukur berdasarkan pencapaian target, maka bisa membuat mereka merasa gagal jika tidak dapat mencapainya. Pada akhirnya, mungkin saja kondisi tersebut dapat menurunkan kepercayaan diri dan semangat kerja pegawai hingga memicu terjadinya tingkat turnover yang tinggi dan menurunkan produktivitas.
Mendorong Terjadinya Sabotase
Ada berbagai cara yang bisa dilakukan oleh individu untuk mencapai tujuannya, termasuk dalam menjalani kompetisi. Cara yang dilakukan untuk mencapai goal yang diharapkan, dipengaruhi juga dari bagaimana mereka merasakan dan memaknai kompetisi tersebut.
Ada beberapa kompetisi yang membuat pegawai merasa takut dan cemas karena merasakan ancaman. Misalnya, ancaman diberhentikan, kehilangan pendapatan, atau bahkan dipermalukan secara umum. Selain itu, ada juga kompetisi yang membuat pegawai merasa bersemangat atau gembira karena ingin memenangkan hadiah tertentu atau mendapat apresiasi dari publik. Nah, perbedaan emosi yang dirasakan, yaitu antara cemas dan bersemangat, dapat memengaruhi bagaimana perilaku individu dalam menghadapinya.
Jika merasa bersemangat, individu cenderung akan berusaha mengalahkan kompetitornya dengan menggunakan kreativitas dan inovasi. Sebaliknya, jika merasakannya sebagai ancaman, mungkin saja mereka akan menggunakan cara yang tidak pantas dalam menghadapinya. Artinya, mungkin saja mereka akan melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya, termasuk menyabotase rekan kerja.
Jika ada ide atau inovasi dari rekan kerja lain yang mungkin dapat membantu perkembangan bisnis, bisa saja mereka berusaha memadamkannya. Begitu juga saat melihat adanya kesempatan bagi rekan kerja lain untuk mengembangkan diri dan karier, mungkin mereka akan melakukan segala cara untuk menggagalkannya. Dengan demikian, bukan hanya menyabotase pertumbuhan karier bagi orang lain, namun perilaku ini juga bisa berdampak negatif bagi tim dan juga organisasi.
–
Nah Klobbers, itulah beberapa risiko yang bisa terjadi jika antar pegawai melakukan kompetisi yang tidak sehat. Kompetisi mungkin menjadi hal yang tidak bisa dihindari dari kehidupan kerja sebagian orang. Namun, jika menjadi berlebihan atau tidak sehat, maka kompetisi antar pegawai malah bisa berdampak negatif, baik bagi diri pegawai atau bahkan organisasi.
Oleh karena itu, diperlukan peranan dari atasan untuk memastikan bahwa kompetisi yang dilakukan oleh anggota timnya merupakan kompetisi yang sehat dan mendorong pertumbuhan tim, bukan malah justru sebaliknya. Semoga informasi ini bermanfaat, ya. Good luck, Klobbers!