Yuk, Kenali Lebih Dalam tentang Toxic Positivity!
Halo Klobbers!
Apakah kamu selalu berusaha untuk berpikir positif dalam menghadapi berbagai situasi yang terjadi? Mencoba melihat sisi positif dari suatu situasi yang terjadi memang baik, tapi apakah kamu sampai menghindari merasakan emosi negatif? Jika ya, mungkin saja kamu terjebak toxic positivity yang bisa berdampak negatif bagi kesehatan mental kamu. Yuk, kenali lebih dalam mengenai toxic positivity!
Apa itu Toxic Positivity?
Dikutip dari Verywell Mind, toxic positivity dapat diartikan sebagai keyakinan bahwa tidak peduli seberapa buruk atau sulitnya suatu situasi, individu harus mempertahankan pola pikir positif.
Toxic positivity dapat berdampak negatif pada individu yang sedang mengalami masa sulit dalam hidupnya. Alih-alih dapat berbagi emosi dengan orang lain dan mendapat dukungan yang tulus, mereka bisa merasa bahwa perasaannya diabaikan atau sama sekali tidak berlaku. Salah satu dampak buruk dari toxic positivity antara lain akan membuat individu merasa malu atau bersalah karena tidak bisa berada dalam kondisi positif meskipun baru saja mengalami peristiwa sulit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa berbicara tentang emosi, termasuk emosi negatif, dapat membantu otak memproses perasaan dengan lebih baik. Lebih lanjut, jika individu tidak mengakui emosi, terutama emosi negatif yang dirasakan, berarti mengabaikan berbagai tindakan yang mungkin diinspirasi dari emosi yang dirasakan. Misalnya, kecemasan, bisa mengingatkan seseorang pada situasi yang berbahaya. Apakah kamu dapat membayangkan kemungkinan yang terjadi jika emosi negatif tersebut dihindari? Bisa saja terjadi hal yang tidak diinginkan, padahal sebenarnya kita mampu untuk mengambil tindakan yang mungkin bisa mencegah hal tersebut terjadi. Dengan demikian, selain mendorong individu untuk menghindari perasaan yang mungkin menyakitkan, toxic positivity juga membuat kita menyangkal kemampuan untuk menghadapi berbagai perasaan menantang, yang nantinya dapat menghambat proses bertumbuhnya individu.
Kemudian, apa saja ciri-ciri serta cara untuk menghindari toxic positivity? Dilansir dari Alodokter, berikut ini penjelasannya.
Ciri-Ciri Toxic Positivity
Biasanya, toxic positivity muncul melalui ucapan. Bisa saja seseorang mengatakan sesuatu yang terkesan positif, namun sebenarnya sedang menghindari merasakan emosi negatif. Kemudian, ada beberapa tanda yang mengindikasikan seseorang terjebak di dalam toxic positivity, antara lain:
- Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan
- Terkesan menghindari atau membiarkan masalah
- Mencoba memberikan dukungan kepada orang lain, namun sering disertai dengan pernyataan yang seolah meremehkan, misalnya “jangan menyerah, baru begitu saja sudah takut”
- Sering mengucapkan kalimat yang membandingkan diri dengan orang lain, misalnya “kamu masih lebih enak, banyak orang lain yang masalahnya lebih berat dari kamu”
- Merasa bersalah ketika merasakan atau mengungkapkan emosi negatif
- Mengucapkan kalimat yang menyalahkan orang lain yang tertimpa masalah, contohnya “Yaa, kan ini terjadi karena salah kamu juga. Coba liat sisi positifnya aja deh”
Cara Menghindari Toxic Positivity
Apabila kamu merasakan ciri-ciri di atas pada diri kamu, atau kamu menyadari bahwa terjebak dalam toxic positivity, ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk mengembangkan pendekatan yang lebih supportive dan sehat, yaitu:
1. Mengelola emosi negatif yang dirasakan, bukan menyangkalnya
Perasaan dan emosi, baik positif maupun negatif, merupakan hal yang normal dirasakan oleh seseorang. Kamu boleh mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan tersebut agar tidak menjadi toxic positivity. Kamu bisa bercerita mengenai keluh kesahmu pada seseorang yang dipercaya dan bisa memahami diri kamu. Jika kamu merasa tidak nyaman, kamu bisa menuliskannya dalam buku harian atau berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional, seperti psikolog.
2. Mencoba realistis dan memahami emosi yang dirasakan
Saat kamu menghadapi sebuah situasi yang sulit, sangat wajar apabila kamu merasa cemas, takut, bahkan stres. Cobalah pahami apa yang kamu rasakan dan carilah cara yang tepat untuk melepaskannya. Selain itu, hindari membanding-bandingkan masalah dengan orang lain. Lebih baik, berusaha untuk menghibur diri agar kondisi dan perasaan kamu bisa kembali pulih. Jika terjadi pada orang lain, biarkan orang tersebut mengekspresikan emosi yang sedang dirasakannya. Cobalah untuk berempati dan tidak menghakimi, karena setiap orang berhak untuk jujur dengan perasaannya sendiri.
3. Membatasi penggunaan media sosial
Media sosial dapat menjadi pemicu atau bahkan yang lebih buruk, bisa memperparah toxic positivity. Jika kamu merasa malu atau bersalah setelah melihat konten-konten tertentu dalam media sosial, kamu bisa pertimbangkan untuk membatasi penggunaan media sosial. Coba kenali konten seperti apa atau mungkin siapa saja orang-orang yang dapat memprovokasi emosi kamu. Setelah itu, kamu bisa mencoba membatasi interaksi dengan jenis konten ataupun orang-orang tersebut.
Selain menghabiskan waktu dengan mengakses media sosial, kamu bisa mencari kegiatan lain untuk menghabiskan waktu. Buatlah diri kamu produktif dengan mengerjakan berbagai tugas yang perlu diselesaikan, mengasah soft skills yang bisa membantu kesuksesan kamu, atau kegiatan lain yang bisa membuat kamu merasa bahagia.
–
Demikian penjelasan seputar toxic positivity, mulai dari definisi hingga cara menghindarinya. Ingatlah Klobbers, sangat wajar jika kamu merasa tidak baik-baik saja. Segala sesuatu yang berlebihan tidak baik, termasuk dengan sikap dan pikiran positif. Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk selalu merasa bahagia, di saat kamu sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Namun, jika kamu merasa sudah terjebak dalam toxic positivity sehingga mengganggu kualitas hidup, carilah pertolongan kepada tenaga profesional seperti psikolog ya, Klobbers!