Blog post

‘Hustle Culture’, Budaya yang Bisa Berpotensi Buruk

11/06/2022Gregorius Yudhistira

Hi Klobbers!

Kembali lagi membahas mengenai hustle culture. Pada artikel sebelumnya kita membahas mengenai cara untuk menghindar atau tidak terjebak dalam hustle culture. Namun kenapa budaya ini perlu dihindari? Hustle culture sebagai budaya sendiri pun berpotensi berdampak negatif pada individu. Kali ini kita akan membahas mengenai dampak buruk dari hustle culture.

Meningkatkan Risiko Penyakit

Dengan adanya hustle culture yang menuntut kamu untuk bekerja terus menerus, tentunya akan ada kerugian secara fisik yang muncul. Pada dasarnya, tubuh manusia tidak dirancang untuk bekerja terus menerus, tubuhmu butuh istirahat.

Salah satu contoh yang dapat muncul adalah jam kerja yang panjang bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah dan detak jantung karena aktivasi psikologis yang berlebihan dan stres. Kerja bekerpanjangan hingga lembur juga berkontribusi terhadap resistensi insulin, aritmia, hiperkoagulasi, dan iskemia di antara individu yang sudah memiliki beban aterosklerotik tinggi, diabetes, bahkan stroke. Penelitian tahun 2018 yang dipublikasikan di Current Cardiology Reports menemukan fakta bahwa individu yang bekerja lebih dari 50 jam dalam satu minggu berpotensi memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, seperti infark miokard (serangan jantung) dan penyakit jantung koroner.

Gangguan Kesejahteraan Mental

Bekerja keras tanpa istirahat dalam hustle culture juga bisa meningkatkan risiko gangguan pada kesehatan mental. Beberapa masalah yang sering dialami adalah gejala depresi, kecemasan, hingga pikiran untuk bunuh diri. Dengan memaksa diri untuk terus mencapai kesuksesan, ini membuat tubuh semakin lelah dan stres. Saat stres terus-menerus terjadi, maka ini melepaskan hormon stres (kortisol) dalam jumlah yang lebih tinggi dan untuk periode yang lebih lama. Untuk menormalkan kadar kortisol yang meningkat ini, cara sederhananya adalah dengan istirahat. Namun, hustle culture tidak memberikan waktu untuk istirahat, sehingga kelelahan mental tidak bisa dihindari. Stres terus-menerus dapat membahayakan kesehatan mental.

Hilangnya Work-Life Balance

Seperti dibahas pada artikel sebelumnya, hustle culture dapat mengganggu work-life balancemu. Kesibukanmu saat tenggelam dalam budaya kerja super sibuk tersebut dapat membuat kamu lupa bahwa kamu memiliki kehidupan di luar kerja.

Stres akibat pekerjaan bisa hilang apabila kamu istirahat, atau bersosialisasi dengan keluarga, pasangan, maupun teman. Kamu juga bisa menggunakan waktumu untuk melaksanakan hobi kamu di luar kerja. Sosialisasi sangat berpengaruh terhadap kebahagiaan yang didapat dengan menyeimbangkan pekerjaan. Selain itu, kehidupan pribadi bisa membantu meningkatkan kreativitas dan menghasilkan energi positif.

Kualitas Kerja yang Menurun  

Coba bayangkan, betapa lelahnya mental dan fisik kita jika dipaksa terus bekerja sepanjang waktu. Bukankah kondisi yang tidak prima ini mempengaruhi kualitas kerja kita? Hustle culture yang selalu mengglorifikasi “sibuk” dan “kerja terus menerus” akan cenderung mendorong kamu untuk fokus pada jumlah pekerjaan yang kamu lakukan. Menyelesaikan pekerjaan dalam jumlah banyak dalam suatu waktu terkadang membuat kita kerap mengabaikan makna tugas sebenarnya.

Itulah beberapa dampak buruk dari hustle culture yang wajib kamu waspadai. Bekerja dengan maksimal memang tidak salah, namun, jangan sampai kamu terjebak pada budaya gila kerja yang tidak sehat, ya.

Berikan Komentar

Your email address will not be published.