Blog post

Seksisme, Tantangan Terbesar Women Empowerment

13/05/2022Kontributor Blog by Klob

Ditulis oleh: Shareen Angelica
(Klik untuk melihat Profil Klob)

Women empowerment atau pemberdayaan perempuan, memberi para perempuan kebebasan untuk memilih jalan hidupnya. Tidak ada pilihan yang lebih buruk. Ibu rumah tangga dan perempuan karier sama-sama peran yang hebat, yang terpenting tidak ada paksaan orang lain untuk menjalani peran tersebut, termasuk suami. 

Tidak ada perjuangan tanpa tantangan, begitu juga dengan women empowerment

Pada masa modern ini, tampaknya gender role belum terhapus sepenuhnya. Menurut Wikipedia, gender role adalah peran sosial yang mencakup berbagai perilaku dan sikap yang umumnya dianggap dapat diterima, dan sesuai untuk seseorang berdasarkan jenis kelamin orang tersebut, terbentuk oleh sistem patriarki yang dianut oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, menjadi ibu rumah tangga dianggap wajib bagi perempuan karena banyak perempuan yang menjadi ibu rumah tangga, suami dianggap wajib bekerja dan tidak perlu ikut campur dalam urusan domestik. Padahal pekerjaan domestik dan kemampuan mencari nafkah adalah basic skills yang wajib dikuasai semua orang.

Tidak ada salahnya seorang suami melakukan pekerjaan domestik atau seorang istri membantu suami mencari nafkah, pasangan memang sudah seharusnya saling menolong. Selain alasan itu, menguasai basic skills juga penting untuk mengantisipasi apabila sesuatu yang buruk terjadi. Jika seorang suami yang berperan mencari nafkah meninggalkan anak dan istrinya karena meninggal dunia, maka mau tidak mau sang ibu harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.

Dari paragraf sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa gender role adalah salah satu faktor yang melahirkan seksisme. Menurut Cambridge Dictionary, seksisme adalah suatu keyakinan bahwa anggota suatu jenis kelamin kurang cerdas, mampu, terampil, dan lain-lain dari anggota jenis kelamin lain. Baik laki-laki dan perempuan bisa menjadi korban seksisme, namun mayoritas korban seksisme adalah perempuan. Seksisme dibagi menjadi 2 kategori, yaitu hostile sexism dan benevolent sexism. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memosisikan laki-laki diatas perempuan, namun hostile sexism menggunakan cara yang lebih ekstrem seperti kekerasan, sedangkan benevolent sexism menggunakan cara manipulatif dalam bentuk konsep yang terkesan positif, bahkan orang yang mendengarnya bisa terpengaruh dan menyetujui.

Contohnya adalah laki-laki wajib menafkahi perempuan. Memang terdengar romantis bagi sebagian banyak orang, namun mereka tidak menyadari bahwa konsep tersebut memiliki makna lain, yaitu perempuan adalah makhluk lemah yang tidak mampu menafkahi dirinya sendiri sehingga selalu butuh laki-laki. Mirisnya, banyak perempuan justru menganggap konsep tersebut normal.

Selain contoh di atas, berikut contoh-contoh seksisme menurut Gita Savitri Devi :

  1. Perempuan berkarir dianggap menelantarkan anak dan suaminya, sedangkan laki-laki berkarier dianggap husband goals
  2. Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dianggap hanya menganggur
  3. Laki-laki yang mengurus anak dianggap hebat sedangkan bagi perempuan, itu dianggap hal biasa karena memang kewajiban
  4. Perempuan dianggap wajib memiliki anak karena katanya seseorang belum 100% perempuan jika tidak tahu rasanya melahirkan
  5. Perempuan dituntut melakukan semua pekerjaan rumah
  6. Perempuan dituntut tidak terlalu pintar dan sukses karena nanti susah mendapat jodoh.
  7. Perempuan tidak mendapat cuti menstruasi
  8. Perempuan seringkali digaji lebih rendah daripada laki-laki
  9. Perempuan dianggap tidak capable menjadi pemimpin karena katanya terlalu emosional sehingga cenderung membuat keputusan menggunakan perasaan
  10. Perempuan dianggap wajib menikah, karena katanya nilai diri seorang perempuan akan menurun seiring bertambahnya usia. Kalau terlalu tua, nanti tidak ada yang mau
  11. Ibu rumah tangga dituntut harus bisa multitasking

Pelaku seksisme adalah para penganut sistem patriarki, termasuk para laki-laki bermaskulinitas rapuh yang menganut toxic masculinity dan para perempuan yang menganut toxic femininity

Menurut Cambridge Dictionary, toxic masculinity adalah gagasan bahwa laki-laki harus berperilaku yang dianggap berbahaya, berbahaya yang dimaksud adalah mendominasi yang bahkan bisa dilakukan dengan kekerasan. Ada standar-standar toxic yang melarang hal-hal yang sebenarnya normal dan menormalisasi hal-hal yang seharusnya tidak dinormalisasi. Contohnya adalah laki-laki wajar melakukan kekerasan, tidak boleh menangis, tidak boleh mengakui kelemahan, tidak boleh skincare-an, tidak boleh pake baju pink, dll. Para penganut toxic masculinity sebenarnya insecure, seharusnya mereka memperbaiki mindset bahwa mereka berharga, tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain apalagi sampai memaksa orang lain merendahkan diri. Insecurity kita adalah tanggung jawab kita sendiri, jangan menyalahkan orang lain. Kuat bukan tentang mendominasi, melainkan menghargai. 

Sedangkan toxic femininity adalah gagasan tentang bagaimana perempuan seharusnya berpenampilan, berperilaku dan berperan. Contoh-contohnya adalah perempuan wajib melakukan pekerjaan rumah tangga, perempuan harus kurus, dll. 

Kenyataannya, tantangan akan selalu ada namun jangan biarkan tantangan tersebut menghentikan langkah kita dalam menggapai mimpi. Justru sekarang saatnya mematahkan standar-standar toxic dengan membuktikan pada dunia bahwa perempuan bisa berkarya dan mengukir prestasi. 

 

*) sumber: https://dictionary.cambridge.org/us/dictionary/english/toxic-masculinity

*) sumber: https://www.youtube.com/watch?v=BSr2DECCYxs

*) sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Gender_role

Berikan Komentar

Your email address will not be published.