
Kisah Gadis Desa dan Angka 5.000.000 Mil
Ditulis oleh: Millah Ruslany Musydad
(Klik untuk melihat Profil Klob)
Terik mentari tetap menyelimuti bumi, lalu panasnya menyergap manusia yang terus berusaha mencari sesuap nasi. Kupandangi mereka sambil menyematkan sedikit senyuman, dan mereka membalasnya dengan semangat, seakan menjabarkan bahwa perjuangan mereka tidak akan sia-sia. Sejenak aku termangu, mengikuti arus masa lalu dan berkelana menampilkan deretan gambar tentang harapan. Yang pada akhirnya aku serahkan pencipta untuk memilah-milah mana yang berhak ditakdirkan.
Panggil saja aku Mil, jangan tahu nama lengkapku, nanti matamu akan memandangkan dengan kiri. Aku tidak tahu kenapa, nama yang berarti ‘Agama Kerasulan yang kuat’ membuatku tidak enak, karena nyatanya aku belum dalam tahap itu. Namun, aku bangga dan bersyukur karena nama yang tersemat mudah-mudahan menjadi doa yang terkabulkan, Aamiin.
Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kata orang sunda, aku pangais bungsu karna aku anak tengah. Panggil saja kakakku Fadllul, seorang abang yang galaknya luar biasa. Eh! Canda Lul. Dia baik, sungguh baik. Saat ini ia telah menjadi suami dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Tak lupa, kakak Iparku Teh Arum, sosok yang selalu memberikan inspirasi menjadi wanita yang sepatutnya, seperti kemampuan memasak, fashion, sampai make up sekalipun. Sungguh, kalian pasangan yang luar biasa. Adikku bernama Ajka Mun’an Janaan, seorang bocah yang ingin menjadi ustadz. Sebentar lagi, adik tengik itu akan menempuh sekolah dasar, “yang bener sekolahnya ka”. Ada juga pahlawan pertamaku, panggil saja Bapak Enung. Tidak ada kata yang jelas untuk menggambarkan beliau, selain ucapan terimakasih yang akan tersemat sepanjang waktu. Bapak hebat, dan akan sangat berarti untuk anak-anaknya. Begitupun Mah Emin, yang senantiasa memberikan didikan luar biasa dengan penuh cinta. Sungguh, dalam satu target hidupku, aku ingin mengumrohkan mereka pada tahun 2025 esok, insya Allah.
Dunia ini fana, tentu. Namun bagaimana kita menikmati perjalananya itu yang abadi. Tentang penghambaan insan kepada pencipta, kecintaan umat kepada rasulnya, kasih sayang sesama manusia, hingga kebaikan kita kepada lingkungan. Tak ada kata yang mudah, namun kita dianjurkan mencoba. Tidak perlu jadi yang pertama, hanya dengan kemauan itu luar biasa. Seperti dulu, saat SD aku tidak pernah masuk tiga besar, paling mentok rangking tujuh. Aku hanya siswi rata-rata yang pemalu, tanpa banyak teman dan anti dikenal guru. Namun, mindsetku berubah saat pertama kali menginjak jenjang selanjutnya. Tepatnya saat aku masuk pondok pesantren Al-Fadlliyah sekitar tahun 2016, dan disanalah hidupku berubah 180º. Aku ingin dikenal, aku ingin berprestasi, aku ingin membahagiakan pak Enung dan Mah Emin. Hingga akhirnya aku mengenal pramuka.
Organisasi Pramuka MTS Al-Fadlliyah, memberikan warna baru dalam hidupku. Tumbuhlah seorang Mil yang tidak lagi grogi bila berbicara di depan umum, seorang Mil yang masuk juara tiga besar di kelasnya, seorang Mil yang menyukai kepenulisan, dan seorang Mil yang pantang menyerah. Pramuka yang banyak mengajarkan pengalaman, mulai dari kegiatan yang menantang, hingga uji nyali penyebab pipis di celana sendiri. Sungguh memalukan!
Lain dari itu, sekolahku juga jago pramuka diluar kandang. Banyak sekali kejuaraan berlabel pramuka yang kami dapatkan, yang aku ikuti di antaranya, LT 2 tingkat Kwartir Ranting bojonggambir pada tahun 2018 sebagai juara umum satu putra dan putri. Perjuangan kami berlanjut hingga LT 3 Kwartir Cabang Kab. Tasikmalaya, di tahun yang sama, kalau tidak salah bulan Agustus dan Alhamdulillah kami juara kembali. Tak ada kemudahan memang, namun bila kita belajar dan mengambil hikmah dari setiap kejadian, pencipta akan memberikan yang terbaik. Pengalaman akan bercampur, hingga bermain perasaan antara tangisan bahagia dan melodi silaturahmi bersuka cita. Akan ku perlihatkan sedikit kenangan yang terpotret dalam dunia teka-tekinya.
Jenjang pendidikanku berlanjut tingkat MA, dilingkungan yang sama pada tahun 2019. Semakin banyak kegiatan yang aku ikuti, tak hanya prestasi yang tercurah, namun banyak hal berharga lain yang di dapatkan. Bahkan, pramuka MA Al-fadlliyah yang ada di desa ini mampu bersaing dalam ajang nasional. Tepatnya kegiatan wukuf 3.0 di UIN SGD BANDUNG, pada saat itu kami meraih juara umum 2 dan aku mengikuti lomba MSQ sebagai juara 1 madya. Aku juga mulai membenahi diri dengan bekal olahraga, salah satunya bela diri Tarung Derajat. Semuanya butuh mental dan uang. Namun, diusiaku yang hampir dewasa, rasa malu hinggap saat ingin meminta uang pada orang tua.
Aku sadar, kehimpitan ekonomi melilit keluargaku saat itu. lalu, aku mencoba memenuhi kebutuhanku sendiri. Aku mulai berbisnis di pondok mulai kelas XI, bersama temanku Sofi dan Nea, sungguh mereka partner yang baik. Yang mendukung untuk tidak menyusahkan orang tua. Waktu itu, kami menjual jasa semacam menitip beli barang, “Ceritanya Teh Mil mau pulang, ada yang mau pesan atau titip barang ciawi. Harga asli, asal kasih lebih, ngehe” .
Nyatanya hidup memang semenakjubkan itu. Orang tua selalu menyebutkan semuanya harus mereka yang tanggung. Namun apa daya, rasa enggan meminta (malah sebaliknya) selalu terlintas dalam raga. Hingga semua hobby dan keinginan, aku belajar menabung untuk memenuhinya sendiri. Jujur, sekali ikut perlombaan saja, sakuku terkuras hingga 400.000, sedangkan bekalku perbulan Alhamdulillah 300.000. Belum lagi Tarung Derajat, dari beli baju seharga 350.000, ditambah uang ujian kurata 1 kurang lebih 245.000 (setiap kurata naik, kalau tidak salah 50.000) dan sekarang aku sudah memakai sabuk biru strip satu, yang artinya kurata empat. Belum lagi aku mengikuti event sana-sini. Salah satunya Event cerpen yang diselenggarakan oleh kimbab publisher, pada saat itu karyaku masuk lima besar, dan aku membeli buku seharga 86.000, tak lupa dengan ongkir ke wilayahku sekitar 19.000 ditambah biaya penanganan 10.000. Namun Alhamdulillah, setiap keinginan pasti ada jalan, bukan? Allah tahu kemampuanku, dan Allah selalu memberi yang terbaik. Jangan menyerah, berusaha lah Mil! Sampai gagal kau habiskan, dan doa yang kuat pasti pencipta mengabulkan.
Namun, suatu ketika bumi digempakan. Oleh virus yang memakan banyak jiwa. Tentu, hal itu berpengaruh pada semua bidang, baik politik yang semakin cerdik, ekonomi yang tercekik, hingga pendidikan yang beralih pelik. Lock down membuatku menerawang, apa yang harus aku lakukan diantara rebahan yang berlinang? Sementara mimpi yang harus dicapai masih jauh melebihi bidang? Maka dari itu, aku mulai berkelana di dunia kepenulisan. Mencari ilmu baru yang belum diketahui, bertemu dengan orang baru yang menginspirasi. Aku mulai mengikuti lomba, baik puisi, cerpen, baca puisi, dan hal lain yang berbau sastra. Aku mencari komunitas-komunitas yang membuatku mindsetku berkembang, hingga pelatihan berbagai judul yang menjadi ilmu pasti. Sampai saat ini kurang lebih 125 sertifikat yang aku dapatkan, dan 17 antologi yang diterbitkan (aku hanya beli satu) kisaran tahun 2019-2021, karena tahun ini belum aku rekap kembali. Sungguh, tidak semua menghasilkan tawa, beberapa diantaranya lebih memilih duka. Jungkir balik aku mengasah kemampuanku hingga aku mengenal diriku sendiri, si tukang bosan.
Waktu berlalu dengan kelabu, membawaku kembali memasuki pondok pesantren, dimana teknologi seakan terhapus, hingga akupun harus melupakan segalanya untuk fokus pada tujuan. Kelas XII sudah didepan mata, diiring 84 target yang sudah kubuat.dengan jangkaun 1-10 tahun kedepan, Beberapa diantaranya tercapai, dan hampir 85% yang masih terelakkan. Kadang aku termenung, bagaimana bila tidak tercapai? No, jika aku bisa menuliskannya maka aku akan bisa melakukannya, bukan? Menurut ilmuwan entah siapa. Bismillah, insya Allah. Hingga pada akhirnya di nomor 23 ada tulisan ‘punya laptop ASUS putih, pakai uang sendiri’, aku berpikir seketika, waktu itu akhir oktober, sepertinya target itu akan diubah. Kenapa? Karena aku menargetkan dapat uang minimal 3.000.000 untuk beli laptop pas libur semester genap kelas XI, hasil dari jual sepatu online. Namun, tentu saja tidak. Aku hanya dapat 196.000 saat itu. Sudahlah, belum waktunya. Pada akhirnya aku mencoret tahunya, dan mengganti dengan ‘ 2022 (sebelum kuliah harus sudah punya laptop)” yang kutulis saat itu.
Hari-hari berlalu, musim berganti, hingga dunia merangkak dengan cepat. Ada informasi lomba menulis Surat Cinta Untuk Indonesia, dari Bu Rina. Jujur, aku ingin mengikutinya saat itu, karena hadiah menggiurkan. Dan akhirnya aku meminta izin kepada Bu Neni, ketua ponpes untuk pulang sebentar dengan alasan membuat KTP. Aku membuat sekitar 15 menit sebelum kembali ke pondok, dan tidak ada balasan.
Seringkali aku berpikir, bagaimana mendapat pendapatan saat usia 17 tahun. Dengan ajaib Allah menakdirkan semuanya. Aku ingat hari itu hari jum’at, dan aku sedang latihan pramuka. Tiba-tiba bu Ai memanggilku, aku langsung beranjak menemuinya. Jujur aku deg-degan, hingga Bu Ai bertanya, “Ari Millah ngiring lomba puisi?”(kamu ikut lomba puisi Millah) aku bingung, karna saat itu aku tidak mengikuti lomba apa-apa. Lalu, bu Ai memberikan handphonenya kepadaku, aku terdiam dan mencerna baik-baik.
Ini benar? Ya Allah, ini benar, kan? Aku tidak salah lihat. Masyaa Allah, dengan izin Allah langsung terlintas laptop sembari jantungku yang berdetak tak karuan. Disana tertulis JUARA 2 DIMENANGKAN OLEH MILLAH DAN PONPES AL-FADLLIYAH DENGAN HADIAH UANG TUNAI Rp. 5.000.000.00, lomba yang tidak pernah kubayangkan untuk menang, hingga terkirimnya saja aku ragukan. Betapa indahnya kuasamu Allah. Gadis desa yang bertekad kuat dengan cita-cita, akhirnya menemukan jalanya.
Alhamdulillah, sampai akhirnya sebuah aksara tentang keinginanku waktu itu, perlahan semua tercapai dengan ridhonya. Sebuah laptop ASUS putih, yang sedang kupakai menulis ini, didapat dengan uangku sendiri dan mendapatkanya pada bulan Desember 2021 (rencana pertama). Terimakasih, atas doa yang terucap dari Pak Enung dan Mah Emin, dari guru-guruku, dan saudara di tanah air ini. Ingat! Jangan takut mencoba, dan jangan lelah berusaha. Habiskan gagalmu dan doakan keberhasilanmu. Terimakasih, jangan takut bermimpi, karena ia tidak menghabiskan apapun. “A strong hope can make your dreams come true”.