Blog post

Glass Ceiling, Penghalang Wanita Dalam Berkarir

12/04/2022Kontributor Blog by Klob

Ditulis oleh: Reyvan Maulid Pradistya
(Klik untuk melihat Profil Klob)

Kita tahu bahwa memang laki-laki dan perempuan tentunya memiliki kesempatan yang sama untuk bersinar dan melangkah maju utamanya di dunia kerja. Namun nyatanya tidak sedikit juga kasus-kasus yang seringkali mengkotak-kotakkan gender alias tidak ramah dengan gender di beberapa bidang pekerjaan. Ada yang memang suatu jabatan tertentu harus diduduki oleh laki-laki. Di satu sisi lain ada pula yang harus dipikirkan apalagi masalah upah yang diterima tidak sama besar. Tahukah Klobbers bahwa sebenarnya istilah Glass Ceiling mungkin bagi kalian tergolong istilah yang asing dan jarang didengar. Namun bentuk implementasinya seringkali nyata dihadapan kita. Glass ceiling dapat menjadi penghalang terbesar wanita dalam berkarir ataupun bekerja. Untuk lebih jelasnya mari kita kupas definisi dari Glass ceiling

Definisi Glass Ceiling

Berdasarkan laman Investopedia, glass ceiling adalah sebuah ungkapan berbentuk metafora yang digunakan untuk menggambarkan sebuah keadaan yang dihadapi oleh perempuan dan kaum minoritas ketika ingin melangkah ke peran yang lebih tinggi dalam suatu perusahaan. Dari sini sudah terlihat bahwa ketika perempuan ingin melangkah ke jenjang karir yang lebih tinggi selalu saja ada hambatan atau halangannya.

Glass ceiling juga diartikan sebagai sebuah penghalang bagi wanita untuk maju, berkarya, berkarir dan berprestasi. Misalnya memiliki jabatan tinggi, menduduki posisi C-Suite (CEO, COO, Kepala, Founder dst.). Penghalang ini membuat perempuan merasa dipersulit untuk menjadi bagian dari sebuah posisi, sulit berkembang dan melangkah ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini jauh berbeda dengan kaum pria yang notabenenya bisa fleksibel dan leluasa untuk berkarir di posisi manapun. Glass ceiling menyebabkan perempuan menjadi minder untuk melakukan kenaikan jabatan.

Normalnya memang setiap orang yang memenuhi persyaratan untuk naik jabatan maka berhak mendapatkan jabatan tersebut dan berhak mendapatkan fasilitas yang ada. Siapapun pastinya punya kesempatan yang sama untuk menduduki posisi tersebut. Tanpa harus ada embel-embel gender, suku, ras maupun dari golongan manapun. Tetapi di dunia kerja, hal ini selalu menjadi penghalang terkhusus perempuan untuk going extramile dan berkarir ke jenjang yang lebih tinggi.

Timbulnya Glass Ceiling Terhadap Kinerja Karyawan Perempuan

Contoh simpel dari fenomena Glass Ceiling ini adalah ketika misalnya perempuan seolah-olah dihadapkan atas dua pilihan yaitu karir dan keluarga. Beban ganda yang sudah didapatkannya ini nyatanya juga kurang mendapatkan kesetaraan. Apalagi posisi kesetaraan gender pun, besarnya upah perempuan seringkali masih di bawah pria. Bahkan ketika promosi, pekerja perempuan pun sulit mendapatkan promosi ataupun kenaikan jabatan dibandingkan pria. Ada beberapa hal yang menjadi faktor pemicu perempuan apabila di tempat kerjanya masih menerapkan budaya glass ceiling.

1. Muncul Keraguan Pada Diri Sendiri

Adakalanya perempuan memiliki rasa ragu pada dirinya sendiri apalagi konteks pekerjaan. Saat halangan itu datang entah dari mana pun datangnya dan apapun bentuknya pastinya akan menimbulkan rasa tanya di dalam hati. Apakah memang aku mampu untuk bisa naik di posisi ini? Apakah kualitas kinerjaku buruk sampai-sampai aku tidak bisa dapat promosi jabatan? Datangnya keraguan ini pastinya wajar sebab baik perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan posisi strategis di perusahaan. Rasa ragu juga muncul karena perempuan seharusnya punya ruang untuk mengaktualisasikan dirinya namun karena adanya halangan membuat dirinya merasa feeling guilty bahkan merendahkan diri sendiri.

2. Mood Berubah-Ubah

Sebuah studi yang dirilis oleh Trusted Source pada tahun 2016 menjelaskan bahwa adanya glass ceiling di tempat kerja menjadi salah satu faktor penyebab wanita memiliki kecemasan dan tingkat stress yang meningkat. Perempuan dan kaum minoritas merasakan gelisah, sulit berkonsentrasi bahkan mengarah pada depresi. Salah satu hal yang membuat munculnya glass ceiling adalah ketika mood sudah buyar maka akan berpengaruh pada hasil kerja mereka dan berentetan muncul dampak psikologis lainnya. Seperti putus asa, kehilangan semangat, susah berkonsentrasi hingga mudah marah.

3. Stereotip dan Peran Ganda yang Masih Melekat pada Wanita

Anda mungkin pernah mendengar bahwa perempuan identik dengan stereotip mengurus anak. Perempuan dipandang sebagai aktor yang bertugas untuk mendidik anak dan mengurus rumah tangga. Perempuan tidak perlu bekerja karena penghasilan nanti akan didapatkan dari tangan suami. Perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi dan masih banyak sekali stereotip yang melekat pada wanita.

Hal ini tidak bisa dijadikan sebuah patokan bahwa sebenarnya wanita memang bukan berarti dia harus melakukan sesuatunya hanya di rumah tangga saja. Wanita juga bisa membuktikan bahwa dirinya bisa berkarir di bidang lainnya. Memang sudah menjadi buah bibir bahwa kuasa laki-laki punya lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan. Tetapi karena adanya glass ceiling maka secara langsung perempuan dinilai kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan kaum pria. Ditambah lagi dengan adanya dilematika konflik tanggung jawab antara karir ataupun keluarga. Hal ini membuat orang-orang berpikiran bahwa wanita akan kesulitan membagi fokusnya apakah di karir atau keluarga.

4. Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Penyebab atau efek yang keempat ini sekilas mengherankan. Namun memang nyatanya ada. Kaum wanita dinilai kehilangan kesempatan dalam bekerja karena di lingkungan kerjanya banyak indikasi yang mencurigakan. Salah satunya adalah adanya pelecehan seksual. Mereka terkadang ragu karena di tempat kerjanya tidak memberikan rasa aman terhadap pencegahan dan penanganan pelecehan seksual. Sebagian besar dari kaum perempuan berhenti bekerja lantaran mengalami

pelecehan seksual yang dilakukan oleh atasan maupun rekan kerja. Contoh kasus di Amerika Serikat terdapat 68-70 persen perempuan pernah mendapatkan pelecehan seksual di tempat kerja.

Patahkan Halangan Glass Ceiling Dengan Cara Ini!

Agar glass ceiling tidak menjadi penghalang bagi anda untuk berkarir maka anda bisa menerapkan beberapa hal berikut untuk mematahkan halangan Glass Ceiling di tempat kerja. Kendati demikian tidak perlu putus asa dan canggung lagi. Setiap manusia pastinya punya kelebihan yang bisa kalian tunjukkan kepada atasan agar kalian juga bisa dilirik oleh atasan bahwa anda adalah kandidat yang berpotensi.

1.  Tunjukkan Keahlian dan Nilai Plus Yang Kamu Punya

Cara yang paling simple untuk bisa memotong ikatan glass ceiling adalah tunjukkan keahlian yang kamu punya. Pastikan setiap dari kita itu percaya bahwa kita ini punya kekuatan yang bisa jadi nilai tambah untuk penunjang karir kita. Misalnya ketika kamu adalah seorang Content Creator maka tunjukkan keahlianmu dengan membagikan karya-karyamu melalui portofolio agar rekruter bisa hire kamu karena kamu adalah kandidat yang berpotensi.

Kalau kamu adalah seorang Writer maka jangan ragu untuk mempublikasikannya di media sosial. Agar karya kamu dinikmati oleh para pembaca setiamu. Memang wanita cenderung kurang percaya diri untuk menunjukkan hasil karya atau kerjanya. Justru kurang percaya diri ini yang membuat glass ceiling ini ada. Oleh karena itu, wanita harus bisa lebih pede untuk show your ability dan lebih berani menunjukkan bahwa “ini loh saya bisa dan saya mau untuk duduk di posisi tersebut”.

2.  Membangun Jaringan adalah Kunci Memotong Glass Ceiling

Bukan tanpa alasan bahwa jaringan memegang peranan penting dalam memutus rantai glass ceiling. Mungkin kalian berpikiran bahwa “the power of orang dalam” selalu menjadi jargon sehari-hari. Tetapi cobalah untuk membangun koneksi agar bisa keluar dari glass ceiling. Semakin banyak koneksi yang kamu punya, semakin besar peluang karirmu terbuka.

3.  Menjadi Unggul di Setiap Tugas atau Pekerjaan

Memperebutkan posisi bukan berarti kita hanya bisa diam dan tidak berusaha menunjukkan apa yang menjadi kekuatan kita. Untuk menapaki jenjang atau posisi karir yang lebih tinggi maka dibutuhkan effort yang lebih juga. Salah satunya menjadi unggul di setiap tugas ataupun pekerjaan. Kaum wanita dituntut proaktif, tanggap, cepat dan responsif. Meskipun berseliweran stigma-stigma yang beredar tentang perempuan tapi tunjukkan bahwa perempuan juga bisa unggul dan tetap konsisten. Dengan cara apa? Misalkan selalu meminta masukan dan saran kepada atasan maupun rekan satu timnya atas tugas-tugas yang telah dilakukan, mencari seorang mentor yang supportif untuk mendukung karir dan bisa membagikan pengalaman sebelum akhirnya switch career ke posisi yang lebih tinggi.

Perlu diingat bahwa adanya glass ceiling harus segera diatasi dan dipatahkan. Siapapun berhak mendapatkan posisi tertinggi dalam bidang apapun sesuai dengan kemampuan dan kapabilitas mereka. Jangan sampai dengan adanya glass ceiling ini menyebabkan kaum perempuan kehilangan semangatnya dan terhalangi keinginannya untuk berkarir.

Sumber:

Burke, K., 2016. 10 Smart Ways for Women in the Workplace to Shatter the Glass Ceiling. [online] Blog.hubspot.com. Available at: [Accessed 3 April 2022] Kagan, J., 2021. What Is the Glass Ceiling?. [online] Investopedia. Available at: [Accessed 3 April 2022]

 

Berikan Komentar

Your email address will not be published.